Adab dan syarat-syarat Ijabahnya Doa (bagian 5, terakhir)

Kedelapan belas: Mendoakan orang lain

Di antara adab-adab berdoa yang juga sangat penting adalah mendoakan
saudara-saudaranya muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat. Adab
ini termasuk adab yang terpenting, karena hal ini mencerminkan rasa
cinta sesama kaum mukminin, dan dapat menghilangkan kebencian dan
perselisihan di antara mereka. Selain itu hal ini menjadi salah satu
bagian dari tangga rahmat Allah swt, salah satu penyebab yang paling
kuat diijabahnya suatu doa, akibat dari pahala dan karunia yang
melimpah bagi orang yang berdoa dan yang didoakan.

Rasulullah saw bersabda:
“Jika kamu berdoa, maka doakan juga orang lain, karena hal itu menjadi
sebab diijabahnya doa.” (Al-Kafi, 2: 354, hadis ke 1)


Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Jika seseorang membaca doa ini:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَجَمِيْعِ
اْلاَمْوَاتِ
Ya Allah, ampuni semua kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan
muslimat, yang hidup dan yang mati, Allah akan menghapuskan dosa-
dosanya yang lalu dan yang akan datang, karena doa dari setiap
manusia.” (Biharul Anwar 93: 391, hadis ke 24)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) juga berkata:
“Doa seseorang untuk saudaranya yang tidak hadir dapat mengalirkan
rizki dan menolakkan sesuatu yang tidak diinginkan.” (Amali Ash-
Shaduq: 369, hadis ke 1)

Kesembilan belas: Merendahkan diri dan mengangkat tangan
Tentang merendakan diri dan khusuk Allah swt berfirman:

“Berzikirlah kepada Tuhanmu dengan kerendahan diri dan rasa
takut.” (Al-A`raf/7: 205.

“Sesungguhnya Kami telah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka
tidak tunduk kepada Tuhannya, dan tidak juga berdoa dengan mengangkat
dan merendahkan diri.” (Al-Mukminun/23: 76).

Muhammad bin Muslim pernah bertanya kepada Abu Ja’far (sa) tentang
firman Allah swt:“Maka mereka tidak tunduk kepada Tuhannya, dan tidak
juga berdoa dengan mengangkat tangan dan merendahkan diri.” (Al-
Mukminun/7: 23). Beliau menjawab:

“Istikânah adalah khudhuk (patuh), sedangkan tadharru` adalah
mengangkat tangan dan merendahkan diri.” (Al-Kafi 2: 348, hadis ke 2)

Imam Husein (sa) berkata:
“Rasulullah saw mengangkat tangannya ketika memohon dan berdoa seperti
orang miskin yang meminta makanan.” (Biharul Anwar 93: 339, hadis ke
9)

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw mengangkat tangan
dan merendahkan diri dalam berdoa sehingga hampir-hampir jatuh
selendangnya. (Biharul Anwar 93: 339, hadis ke 10)

Mengangkat tangan dan merendahkan diri adalah salah satu bagian dari
sebab-sebab terkabulnya doa. Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah malu kepada hamba-Nya yang mengangkat kedua
tangannya, kemudian mengembalikan kedua tangannya dengan sia-
sia.” (Biharul Anwar 93: 389, hadis ke 11)

Mengangkat kedua tangan mencerminkan kerendahan hati dan sikap butuh
kepada Allah swt.

Abu Qurrah pernah bertanya kepada Imam Ali Ar-Ridha (sa): Mengapa
ketika berdoa Anda mengangkat tangan ke langit? Beliau menjawab:
"Sesungguhnya Allah menjadikan makhluk-Nya sebagai hamba dalam
berbagai ibadah, dan menjadikan makhluk-Nya sebagai hamba ketika
berdoa dan bermohon, merendahkan diri dengan membuka dan mengangkat
tangannya sebagai tanda kerendahan hati, kehambaan dan kehinaan di
hadapan-Nya." (Al-Ihtijaj: 407)

Kedua tangan memiliki beberapa fungsi dan peranan dalam berdoa,
tergantung pada kondisi orang yang berdoa. Fungsi-fungsi itu untuk
menunjukkan: raghbah (harapan), rahbah (rasa takut), tadharru`
(kerendahan diri), tabattul (perasaan terputus dari segala sebab hanya
kepada Allah, dan Ibtihal (menyampaikan permohonan).

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Raghbah (harapan) adalah membuka kedua tanganmu dan menampakkan
telapak tanganmu. Rahbah (rasa takut): membuka kedua tanganmu dan
membalik telapak tanganmu. Tadharru`: menggerakkan jari telunjuk
kananmu ke kanan dan ke kiri. Tabattul: mengerakkan jari telunjuk kiri
dan mengangkatnya ke langit secara perlahan-lahan dan mengembalikan ke
posisi semula. Ibtihal: membuka kedua tanganmu dan kedua lenganmu ke
langit; dan Ibtihal dilakukan ketika kamu melihat sebab-sebab
terjadinya tangisan.” (Al-Kafi 2: 348, hadis ke 4)

Makruh hukumnya memandang ke langit. Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa)
mengatakan bahwa ayahnya (sa) berkata: Pada suatu ketika Rasulullah
saw lewat di dekat orang yang memandang ke langit ketika berdoa, lalu
beliau bersabda kepadanya:
“Tundukkan pandanganmu, karena kamu tidak akan melihat-Nya.” (Biharul
Anwar 93: 307, hadis ke 4)

Kedua puluh: Melembutkan suara dalam berdoa
Disunnahkan tidak mengeraskan suara dalam berdoa, agar terhindar dari
riya’ yang merusak nilai amal seperti debu yang dihempas angin. Allah
swt berfirman:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang
lembut.” (Al-A’raf/7: 55).

Imam Ali Ar-Ridha (sa) berkata:
“Doa seorang hamba dengan suara yang lembut, bandingannya satu doa
berbanding tujuh doa dengan suara yang keras.”

Dalam riwayat yang lain dikatakan:
“Doa yang disembunyikan lebih utama di sisi Allah dari tujuh puluh
doa yang ditampakkan.” (Al-Kafi 2: 345-346, hadis ke 1)

Kedua puluh satu: Tidak tergesa-gesa dalam berdoa
Di antara adab-adab berdoa adalah tidak tergesa-gesa dalam berdoa,
tetapi hendaknya berdoa secara perlahan-lahan. Karena tergesa-gesa
dalam berdoa mengganggu kehadiran hati dan kekhusukan dalam menghadap
Allah swt. Hal ini menjadi tanda kerendahan hati dan kelembutan hati,
sebagaimana tergesa-gesa dapat menyebabkan kekacauan dalam berdoa dan
melupakan bagian-bagian tertentu di dalam doa.

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa): “Pada suatu ketika ada seseorang memasuki
masjid lalu ia shalat dua rakaat, kemudian ia bermohon kepada Allah
azza wa jalla, lalu Rasulullah saw bersabda: “Ini hamba tergesa-gesa
dalam menghadap Tuhannya.” Kemudian datanglah orang yang lain, lalu ia
melakukan shalat dua rakaat, kemudian memuji Allah azza wa jalla dan
membaca shalawat, lalu Rasulullah saw bersabda: “Bermohonlah kamu,
niscaya kamu akan diberi.” (Al-Kafi 2: 352, hadis ke 6)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Sesungguhnya seorang hamba jika ia tergesa-gesa lalu menyampaikan
hajatnya, Allah azza wa jalla berfirman: ‘Tidakkah ia tahu bahwa Aku
adalah Allah yang memperkenankan hajat-hajatnya’.” (Al-Kafi 2: 344,
hadis ke 2)

Beliau juga berkata:
“Sesungguhnya seorang hamba jika ia berdoa, Allah senantiasa
memperkenankan hajatnya selama ia tidak tergesa-gesa.” (Al-Kafi 2:
344, hadis ke 1)


Kedua puluh dua: Tidak putus asa
Orang yang berdoa tidak boleh putus asa dari rahmat Allah, juga tidak
boleh berharap agar ijabah doanya ditunda kemudian meninggalkan doa.
Karena hal ini adalah bagian dari penyakit yang menghalangi pengaruh
doa. Tidak ubahnya seperti petani yang menanam bibit tanaman kemudian
merawat dan memeliharanya, kemudian karena pertumbuhan dan panen
tanamannya terlambat, ia meninggalkan dan menyia-nyiakannya.

Diriwayat oleh Abu Bashir bahwa Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Orang yang beriman ia selalu berada dalam kebaikan dan rahmat dari
Allah azza wa jalla selama ia tidak mengharap agar ijabah doanya
dipercepat lalu putus asa dan meninggalkan doa.” Kemudian aku bertanya
kepada beliau: Apa yang dimaksud dengan yasta`jil? Beliau menjawab:
(Yasta’jil adalah)“Kamu berdoa pada waktu-waktu tertentu, sedangkan
Allah tidak memperlihatkan ijabah-Nya.” (Al-Kafi 2: 355, hadis ke 8)

Orang yang berdoa harus menyerahkan semua urusannya kepada Allah,
meyakini Tuhannya, dan ridha terhadap ketentuan-Nya. Ia harus
menjadikan tertundanya ijabah doanya sebagai kemaslahatan dan kebaikan
yang diinginkan dan dicintai oleh Allah swt; dan harus selalu berdoa
dan membuka tangan harapannya dalam berdoa karena dalam hal itu
terdapat pembalasan yang agung dan pahala yang melimpah.

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah berwasiat kepada puteranya Al-
Hasan (sa):
“Janganlah kamu putus asa karena tertundanya ijabah-Nya, karena
pemberian itu sesuai dengan kadar niatnya. Mungkin ditundanya ijabah
bagimu agar menjadi pahala yang paling besar bagi pemohon, pemberian
yang paling melimpah bagi pengharap. Mungkin juga kamu memohon sesuatu
lalu kamu tidak diberi dan kamu diberi yang lebih baik darinya cepat
atau lambat, atau disingkirkan darimu karena itu lebih baik bagimu.
Milik Tuhan semua persoalan, mungkin apa yang kamu harapkan itu dapat
merusak agamamu jika diberikan kepadamu.” (Nahjul Balaghah, kitab 31)

Kedua puluh tiga: Terus-menerus berdoa
Orang yang berdoa harus tekun dan terus-menerus dalam berdoa dan
memohon, baik diijabah atau tidak. Meninggalkan doa yang pernah
diijabah termasuk sikap keras hati yang dicela oleh Allah swt:
“Jika manusia itu ditimpa bahaya ia memohon pertolongan kepada
Tuhannya dengan kembali kepada-Nya, tetapi jika Tuhannya memberikan
nikmat-Nya kepadanya ia lupa akan bahaya yang pernah ia berdoa kepada-
Nya sebelumnya.” (Az-Zumar/39: 8).

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah menasehati seseorang:
“Janganlah kamu termasuk orang …jika ditimpa bala’ ia berdoa dengan
kesengsaraannya, dan jika memperoleh kebahagiaan ia berpaling dengan
kesombongannya.” (Nahjul Balaghah- Al-Hikmah 150)

Jika ijabah doanya masih ditunda ia harus selalu berdoa dan bermohon.
Karena doa memiliki keutamaan sebagai inti ibadah; sebagai senjata
orang yang beriman untuk menghadapi keburukan setan, cinta dunia dan
kejahatan hawa nafsu. Dan mungkin juga ditundanya ijabah itu menjadi
kemaslahatan yang tidak diketahui kecuali oleh Yang Maha Mengetahui
segala rahasia dan yang tersembunyi. Sehingga, ditundanya ijabah itu
menjadi kebaikan bagi seorang hamba, atau menjadi penolak bala’ yang
segera datang yang kadarnya tidak diketahui. Semoga ditundanya ijabah
itu menjadi suatu karunia yang agung dan kedudukan yang istimewa di
sisi Allah swt, yaitu Allah swt senang mendengar rintihan suaranya
dalam berdoa, karena itu hendaknya ia tidak meninggalkan apa yang
dicintai oleh Allah swt.

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:
“Sesungguhnya seorang mukmin yang memohon hajatnya kepada Allah azza
wa jalla, kemudian ditunda kesegeraan ijabah-Nya karena Dia mencintai
suaranya dan senang mendengar rintihannya.” (Al-Kafi 2: 354, hadis ke
1)

Orang yang berdoa harus selalu berdoa dalam segala keadaan. Karena
yang demikian itu akan memperoleh rahmat, maghfirah dan ijabah doanya.

Rasulullah saw bersabda:
“Allah menyayangi seorang hamba yang memohon hajatnya kepada Allah
azza wa jalla, lalu ia terus-menerus dalam berdoa, baik diijabah atau
belum diijabah.” (Al-Kafi 2: 345, hadis ke 6)

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:
“Demi Allah, tidak ada seorang mukmin yang terus-menerus memohon
hajatnya kepada Allah azza wa jalla kecuali Dia
memperkenankannya.” (Al-Kafi 2: 345, hadis ke 3)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla tidak menyukai manusia yang terus-
menerus minta kepada yang lain, Dia menyukai hal itu pada diri-Nya,
sesungguhnya Allah azza wa jalla senang dimintai dan diharapkan apa
yang ada di sisi-Nya.” (Al-Kafi 2: 345, hadis ke 4)

Kedua puluh empat: Berdoa sebelum kejadian
Di antara adab-adab berdoa adalah, seorang hamba harus berdoa dalam
keadaan suka dan duka. Karena hal ini termasuk kepercayaan kepada
Allah, kebergantungan hanya kepada-Nya, harapan akan karunia-Nya untuk
menolak bala’, dan ijabahnya doa ketika duka dan menderita.

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Barangsiapa yang ingin diijabah doanya ketika duka, maka hendaknya ia
memperbanyak doa ketika suka.” (Al-Kafi 2: 343, hadis ke 4)


Di antara doa Imam Ali Zainal Abidin (sa):
“Jangan jadikan aku orang yang sombong karena kebahagiaan dan
menggerutu karena bala’, lalu tidak berdoa kepada-Mu kecuali ketika
tertimpa goncangan, dan tidak mengingat-Mu kecuali ketika terjadi
bahaya, kemudian ia merendahkan dirinya, dan mengangkat tangannya
untuk bermohon kepada-Mu.” (Biharul Anwar 94: 130)

Kedua puluh lima: Memakai cincin aqiq atau firus
Dalam berdoa disunnahkan memakai cincin aqiq atau firus.
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata:
“Tidaklah diangkat tangan kepada Allah azza wa jalla kecuali Allah
mencintai tangan yang padanya ada cincin aqiq.” (Iddatud da`i: 129)

Rasulullah saw bersabda bahwa Allah azza wa jalla berfirman:
“Sungguh Aku malu pada hamba yang mengangkat tangannya yang padanya
ada cincin firus, lalu mengembalikan tangannya dengan sia-
sia.” (Biharul Anwar 93: 321)

Kedua puluh enam: Adab sesudah berdoa
Secara detail Anda dapat membacanya di artikel yang berjudul “Adab
sesudah berdoa”.

Yang berminat tek arab hadis-hadis tersebut bisa mengkopi dari milis
“Keluarga bahagia” atau milis Shalat-doa”, linknya berikut ini.

Wassalam
Syamsuri Rifai

0 komentar: